Terkait OTT OK Arya, KPK Geledah Showroom di Medan, Lihat Benda yang Diambil


Berita Kriminal - Setelah menangkap Bupati Batubara, OK Arya dalam kasus suap, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di sejumlah tempat. Hari ini, komisi anti rasuah itu menggeledah showroom Ada Jadi Mobil milik keluarga Sujendi Tarsono, rekan bisnis OK Arya.

Dari pantauan Liputan Kriminal, petugas KPK yang melakukan penggeledahan menumpangi mobil Toyota Avanza BL 681 AR. Ketika turun dari mobil, petugas tampak membawa satu koper besar.

Petugas kepolisian yang ada di lokasi sempat melarang Tribun mengambil gambar. Alasannya, petugas KPK masih melakukan pemeriksaan.

"Nanti dulu lah bro. Ini lagi pemeriksaan. Nanti saja. Kami bisa kena marah," kata sejumlah petugas Sabhara.

Di dalam showroom, sejumlah petugas KPK tampak memintai dokumen-dokumen pada pekerja. Tidak diketahui secara pasti dokumen apa yang diambil petugas.

Hingga saat ini, pemerintah masih berlanjut. Polisi menjaga ketat showroom yang dikabarkan sebagai tempat penyimpanan uang korupsi OK Arya.

Rumah Dinas dan Kamar yang Dikunci

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain beserta empat orang lainnya sebagai tersangka dalam operasi tangkap tangan penyuapan.

Hingga Kamis kemarin, rumah dinas bupati di Itam Ulu Kecamatan Lima Puluh tertutup rapat, pakai label segel KPK.

Kamarnya pun dikabarkan dikunci rapat KPK.

Berdasarkan pengamatan Harian Tribun Medan/Tribun-Medan.Com, satu pintu ditempeli kertas segel lembaga antirasuah, KPK lengkap dengan paraf penyidik KPK per tanggal 13 September 2017. Namun informasi yang dihimpun ada beberapa ruangan lainnya yang juga disegel, termasuk kamar tidur bupati.

Beberapa Satpol PP yang berjaga di gerbang utama awalnya menolak wartawan melakukan peliputan. Barulah setelah mendapat arahan Sekda Kabupaten Batubara Erwin, mereka kemudian mempersilakan wartwan memasuki pekarangan.

Ketika ditanyai mengenai kapan terjadi penyegelan dan berapa orang KPK yang menyegel rumah dinas pascapenangkapan bupati.

Anggota Satpol PP mengatakan mereka baru ganti shif jaga.

"Enggak tahu kami semua bang. Kami semua baru ganti shif jaga, baru masuk pagi ini. Gak tahu juga kami ada berapa ruangan yang disegel. Jangan terlalu dalam masuknya bang," kata Satpol PP, Jamal.

Seorang Satpol PP lainnya mengatakan di rumah dinas bupati sering berdua bersama istri. Sedangkan anak-anak berada di rumah lainnya.

"Biasa Bapak bedua tinggal cuma bersama istrinya. Anak-anaknya semua sudah dipindahkan ke rumahnya yang lain," kata anggota Satpol PP.

KPK menjadikan status tersangka Bupati OK Arya bersama Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Helman Herdady, seorang pengusaha/dealer mobil Sujendi Tarsono alias Ayen, dua orang kontraktor bernama Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar.

Kasus ini berkaitan dengan dugaan suap kepada Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain pada proyek pengerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara tahun 2017.

Lima Orang Tersangka

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menjelaskan kronologi operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain (OKA) yang telah ditetapkan tersangka dugaan suap terkait pekerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara Tahun Anggaran 2017.

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan delapan orang, yaitu Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain (OKA), Kepala Dinas PUPR Pemkab Batubara Helman Herdady (HH), pemilik dealer mobil Sujendi Tarsono (STR), Staf Pemkab Batubara AGS, Khairil (KHA) dari pihak swasta, dan MNR sopir istri Bupati.

Diduga sebagai pihak penerima, yaitu Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain, Kepala Dinas PUPR Pemkab Batubara Helman Herdady, dan pemilik dealer mobil Sujendi Tarsono. Sedangkan diduga sebagai pihak pemberi, yakni dua orang kontraktor masing-masing Maringan Situmorang (MAS) dan Syaiful Azhar (SAZ), sebagai pengusaha konstruksi.

Basaria menjelaskan, diketahui OK Arya meminta Sujendi Tarsono agar menyiapkan uang Rp 250 juta yang akan diambil Khairil di dealer mobil milik Sujendi Tarsono di daerah Petisah Kota Medan.

"Pada 13 September 2017, sekitar pukul 12.44 WIB, Khairil masuk ke dealer mobil milik STR dan tidak lama keluar sambil menenteng kantong kresek berwarna hitam," kata Basaria," kata Basaria Panjaitan, seorang polisi wanita berpangkat Inspektur Jenderal, saat konferensi pers di gedung KPK.

Selanjutnya, tim KPK mengikuti mobil Khairil dan mengamankan Khairil di sebuah jalan menuju daerah Amplas.

"Di dalam mobil KHA, tim mendapatkan uang tunai senilai Rp 250 juta yang dimasukkan dalam kantong kresek warna hitam," tuturnya.

Kemudian KHA dibawa tim KPK kembali ke dealer mobil milik Sujendi Tarsono dan mengamankan Sujendi Tarsono bersama dua karyawannya.

"Keempatnya kemudian dibawa ke Polda Sumut untuk dimintai keterangan," ucap Basaria.

Setelah itu, sekitar pukul 13.00 WIB, tim mengamankan Maringandi rumahnya di kota Medan.

"Sore menjelang magrib, tim kemudian mengamankan kontraktor lainnya, yaitu SAZ di rumahnya di Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan. Secara paralel, tim KPK juga bergerak untuk mengamankan HH di rumahnya di Kota Medan," ucap Basaria.

Sopir Istri Bupati

Basaria mengatakan, di Kabupaten Batubara sekitar pukul 15.00 WIB, tim KPK lainnya mengamankan OKA beserta sopir istrinya bernama MNR di rumah dinas Bupati.

"Dari tangan MNR, diamankan uang tunai senilai Rp 96 juta. Uang Rp 96 juta itu diduga sisa dana yang ditransfer dari STR kepada AGS atas permintaan bupati pada 12 September 2017 sebesar Rp 100 juta," kata dia.

Setelah itu, tim bergerak untuk mengamankan AGS di rumahnya di Kabupaten Batubara dan ditemukan buku tabungan BRI atas nama AGS yang berisikan transfer uang.

"Pada pukul 21.40 WIB, tim KPK menerbangkan total delapan orang itu ke Jakarta untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Tim beserta para pihak yang diamankan tiba d kantor KPK sekitar pukul 01.00 dini hari tadi," ucap Basaria.

Dalam OTT itu, KPK mengamankan uang tunai total senilai Rp 346 juta.

Uang tersebut diduga bagian dari komisi atau fee proyek senilai total Rp 4,4 miliar yang diduga diterima Bupati Batubara melalui para perantara terkait beberapa pekerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara Tahun Anggaran 2017.

Dari pemeriksaan penyidik, dari total komisi Rp4,4 miliar terdapat sisa komisi Rp 1,6 miliar yang dikuasai oleh tersangka Sujendi.

"Jadi semua dana disetorkan ke STR. Pada saat tertentu OKA butuh nanti diberikan oleh STR. Itu pada OTT tanggal 13 September 2017 modusnya begitu.

Jadi OKA tidak megang uangnya sendiri, yang megang STR," ucap Basaria.

Uang pertama, dari kontraktor Maringan diduga pemberian komisi sebesar Rp 4 miliar terkait dua proyek, yaitu pembangunan Jembatan Sentang senilai Rp 32 miliar yang dimenangkan oleh PT GMJ dan proyek pembangunan Jembatan Sei Magung senilai Rp 12 miliar yang dimenangkan oleh PT T.

Barang bukti Rp 346 juta dalam OTT ini diduga merupakan bagian dari fee terkait dua proyek itu.

Kedua, dari kontraktor Syaiful diduga pemberian komisi sebesar Rp 400 juta terkait dengan proyek betonisasi jalan Kecamatan Talawi senilai Rp 3,2 miliar.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, setelah mengumpulkan keterangan serta melakukan pemeriksaan 1x24 jam dan dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan kelima orang ini sebagai tersangka.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan lima orang sebagai tersangka yaitu OKA, STR, HH, MAS, dan SAZ," kata Alex, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan.

Dalam kasus ini, pihak yang diduga sebagai penerima suap yakni Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain, Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Helman Herdady, seorang pemilik diler mobil Sujendi Tarsono alias Ayen.

Sementara, pihak yang diduga sebagai pemberi suap yakni kedua kontraktor bernama Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar.

Sebagai pihak yang diduga penerima, OK Arya, Sujendi, dan Helman disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 KUHP.

Sementara, sebagai pihak yang diduga pemberi, Maringan dan Syaiful disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayar (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. 

idrkasino manis77 agen poker terbaik

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.