Kasus Heli AW 101, Jokowi Diminta Turun Tangan


Berita Kriminal - Presiden Joko Widodo diminta turun tangan menyelesaikan kisruh pengadaan Helikopter AugustaWestland (AW) 101. Langkah itu harus segera diambil, karena dikhawatirkan nantinya dapat mengganggu pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) ke depannya.

Langkah cepat yang harus segera diambil Presiden Jokowi, karena akibat pengadaan helikopter AW 101, membuat dua anggota TNI AU ditetapkan sebagai tersangka oleh Denpom. Namun ditetapkan keduanya sebagai tersangka, tanpa ada kejelasan apa pelanggaran yang dilakukan.

Kuasa hukum Marsekal Muda TNI Suprianto Basuki, Urbanisasi mengatakan, Presiden Jokowi diminta jangan tinggal diam untuk mengatasi krisis Heli AW101 ini. Karena pengadaan persenjataan bukan kepentingan TNI AU tapi untuk kepentingan negara. “Banyak kejanggalan yang ada dalam kasus ini. Mulai dari pengajuan hingga pengadaan helikopter AW,” katanya.

Menurutnya, proses pengadaan Heli AW 101 juga sudah sesuai dengan yang menjadi aturan, yakni mulai dari kesepakatan DPR dengan eksekutif. Sehingga seharusnya sudah sesuai karena APBN turun. “Kalau dikatakan APBN tidak diketahui, wah pertanyaan besar. Ini bukan uang kecil loh. Jadi sebelum kita jauh berbicara, presiden ayo turun tangan panggil para pihak ini,” ujar Urbanisasi.

Urbanisasi juga menyebut, Presiden Jokowi harus memanggil Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan mantan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) TNI Marsekal (Purn) Agus Supriatna, untuk berdialog dimana letak masalahnya. Jangan kemudian dibawa itu ke ranah hukum yang notabenenya terjadi kerugian besar. “Kita sudah mengirim surat perlindungan hukum dan untuk menjelaskan kronologi kasus ini kepada Presiden bulan Agustus sekira dua minggu lalu, tapi belum direspon,” katanya.

Akibat masalah ini, lanjut Urbanisasi, terjadi kerugian besar, seperti kerugian terhadap pembodohan rakyat, yang tentu ini menjadi pertanyaan apakah kisruh harus dibiarkan terus. Kedua, sebenarnya terjadi fitnah kepada presiden dimana katanya presiden mengatakan terjadi kerugian Rp220 miliar. “Dimana kerugiannya, Presiden tahu betul bahwa tidak bisa menyebutkan sebuah kerugian negara kalau bukan hasil daripada audit BPK (Badan Pemeriksa keuangan),” ungkapnya.

‎Sementara mantan Asrena KSAU, Marsekal Muda TNI Suprianto Basuki mengatakan, atas kekisruhan ini, beberapa waktu lalu Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pernah mengirimkan surat pembatalan kontrak kepada TNI AU.

Padahal menurut Suprianto, Panglima TNI kapasitasnya sejajar dengan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) sebagai kuasa pengguna anggaran. “Harusnya surat itu dilayangkan untuk Menhan sebagai pengguna anggaran, bukan ke Kasau,” tandasnya.

idrkasino manis77 agen poker terbaik

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.